Bisnis.com, BANDUNG - Pemerintah Provinsi Jawa Barat
menuding para pengusaha tambang besi di Jabar tidak melaporkan
pencatatan nilai ekspor yang sudah dilakukan selama ini pada provinsi.
Kepala
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Barat Ferry
Sofwan Arief mengatakan provinsi hanya menjadi pintu awal para pengusaha
mengurus administrasi izin tambang seperti surat keterangan asal. “Tapi
besaran pasir besi yang diekspor tidak pernah dilaporkan,” katanya pada
bisnis di Bandung, Jumat (10/1).
Menurut Ferry, kemungkinan besar
hasil tambang dan nilai ekspor yang dicatat hanya dilaporkan pada
pemerintah daerah setempat. Namun dari kabupaten/kota yang memiliki
tambang pasir besi, data inipun tidak pernah dilaporkan. “Kalau pasir
besi dari Jabar dikirim ke Cilacap, artinya pencatatan bisa masuk ke
sana,” katanya.
Sementara untuk pasir besi yang diekspor dari
Jabar ke Pelabuhan Tanjung Priok pun tidak tercatat secara spesifik.
Menurutnya di Tanjung Priok bukan komoditas yang dicatat melainkan
gabungan komoditas dan nilai uang.
Tidak adanya laporan ini
membuat pihaknya tidak bisa menentukan apakah pasir besi yang diekspor
ke luar sejauh ini nilainya besar atau tidak. Pihaknya khawatir
ketiadaan pencatatan selama ini membuat Pemprov hanya bisa mencatat
jumlah kerugian fisik saja akibat pasir besi. “Yang bisa kami lakukan
hanya mendapat data dari Bank Indonesia setiap triwulan,” katanya.
Di
tempat yang sama, Kepala Dinas ESDM Jabar Sumarwan HS mengatakan
pihaknya tetap memproses penerapan UU Minerba yang akan dilaksanakan
pada 12 Januari 2014. Kondisi yang ada menurutnya tak ada satupun
perusahaan tambang pasir besi yang siap melakukan pemurnian. “Baru
pengolahan. Yang benar-benar murni baru emas,” katanya.
Pihaknya
mengaku tetap tidak akan memberi peluang dan kelonggaran pada tambang
pasir besi karena pemerintah tetap bersikukuh. Menurutnya dipastikan
puluhan tambang pasir besi yang tersebar dari
Sukabumi-Cianjur-Tasikmalaya akan berhenti beroperasi. “Biarkan
saja,karena tidak boleh raw material,” katanya.
Sejauh ini
pihaknya juga belum menerima informasi dari perusahaan-perusahaan
tambang besi untuk membangun smelter gabungan. Menurutnya, baru dua
perusahaan di Cianjur dan Sukabumi yang membuat smelter. “Kalau
sendiri-sendiri, pasti mereka akan keberatan. Seharusnya bikin
gabungan,” katanya.
Menurutnya selain tambang pasir besi, yang
akan dihentikan aktifitasnya adalah pertambangan mineral galena.
Menurutnya potensi tambang galena di Jabar cukup besar meskipun masih
didominasi oleh penambang rakyat. Mineral yang menjadi bahan baku seng
dan tembaga ini diolah secara tradisional. “Galena ada di Cianjur dan
Purwakarta. Selama ini mereka jual mentah-mentah ke luar,” katanya.
Asisten
Daerah II Bidang Perekonomian Setda Jabar Jerry Yanuar menilai tidak
akan ada satupun perusahaan tambang pasir besi di Jabar yang lolos dari
perintah pemurnian 58% pasir besi pada 12 Januari. Menurutnya pihaknya
terus mengikuti kebijakan dari Kementerian ESDM terkait hal ini. “Tidak
ada pengolahan pemurnian. Yang sekarang ada di Jabar baru sebatas
pencucian,” katanya.
Menurutnya Pemprov Jabar tetap akan bersikap
tegas menghentikan aktifitas pasir besi meskipun sejauh ini sejumlah
suara mengeluhkan kebijakan tersebut akan menurunkan PAD. Jerry menilai
jika kebijakan ini tetap diulur maka kerusakan akan terus terjadi dan
kepastian hukum di Jabar akan menjadi pertanyaan dari investor.
Pengamat
Pertambangan Nanang Sudrajat mengatakan smelterisasi perlu diberlakukan
di area tambang. Menurutnya pemurnian akan melahirkan penghematan dan
memberi nilai tambah pada hasil tambang.
Smelterisasi dapat
menjadi fondasi sekaligus meningkatkan kapasitas serta daya saing
industri nasional. "Jabar sangat mampu karena punya bahan-bahan yang
memang dibutuhkan industri-industri," katanya. (K6,K57)
0 komentar:
Posting Komentar