Keindahan pesisir pantai selatan Jawa Barat nyaris lenyap. Yang muncul
justru kerusakan akibat kerakusan perusahaan tambang mengeruk pasir
besi.
Beberapa wilayah pesisir selatan Jawa Barat (Jabar) kini sudah berubah total. Sejumlah perusahaan tambang tanpa sungkan
mengeksploitasi pasir besi di bibir pantai dan bahkan pekarangan rumah warga. Ulah itu jelas mengubah seluruh ekosistem pantai dan merusak keindahan alam.
Hasil penelusuran Media Indonesia bersama organisasi masyarakat (ormas) Nasional Demokrat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) pemerhati lingkungan seperti Forum Penyelamat Lingkungan Hidup Jabar dan Barisan Olot Adat Setataran Sunda, awal Agustus lalu, memperlihatkan adanya kerusakan itu. Mulai pesisir selatan Kabupaten Sukabumi, Garut, Cianjur, hingga Tasikmalaya ditemukan puluhan tambang pasir besi yang melakukan penambangan di pesisir pantai tanpa tindakan reklamasi.
Lokasi yang ditinjau ialah Desa Buni Asih dan Desa Tegalbuleud, Kecamatan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi, serta wilayah pesisir Cianjur dan Kabupaten Tasikmalaya di Kecamatan Cipatujah, Karangnunggal, dan Cikalong.
Selama perjalanan safari, berdasarkan pantauan, seluruh ekosistem pantai dan laut di daerah pengerukan pasir rusak total. Di beberapa wilayah seperti Desa Bunih Asih, Kabupaten Sukabumi, bibir pantai tidak bisa diakses warga karena perusahaan penambang, yaitu PT Sumber Suryadaya Prima (SSP), membangun tembok sepanjang belasan kilometer. Hal yang sama juga terjadi di beberapa lokasi tambang lainnya, akses warga terhadap pantai ditutup.
Di daerah Cipatujah, malah perusahaan tambang mengeruk pasir di pekarangan rumah warga.
Ketua Badan Rescue Nasional Demokrat Janet Sujuandi menjelaskan Nasional Demokrat saat ini harus mewujudkan agenda restorasi dengan melakukan safari ke wilayah-wilayah yang sudah dieksploitasi perusahaan tambang pasir besi. "Dari sisi Nasional Demokrat, ini sesuatu yang konkret untuk direstorasi," ujar Janet.
Janet mengatakan tingkat eksploitasi perusahaan tambang di beberapa daerah seperti Tegalbuleud, Kecamatan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi, wilayah pesisir Cianjur, dan di beberapa wilayah di Tasikmalaya seperti Kecamatan Cipatujah, Karangnunggal, dan Cikalong hingga wilayah Cilacap sudah sangat parah. Dirinya khawatir eksploitasi yang tidak dibatasi dan tidak dihentikan akan berdampak pada terpuruknya kehidupan generasi warga selanjutnya.
Menurutnya, lokasi penambangan tersebut menyisakan persoalan, seperti butiran debu yang beterbangan menimbulkan penyakit bagi warga. Wilayah pantai yang sudah dikeruk sulit untuk direklamasi karena sudah berlubang-lubang. Wilayah pantai yang pasirnya dikeruk habis bahkan akan menyusutkan wilayah Republik Indonesia. Pasir yang dikeruk mempersempit luas pantai.
Janet juga menyesalkan bibir pantai beberapa wilayah pesisir sudah dikuasai perusahaan tambang sehingga akses warga untuk menikmati wilayah pantai dipersulit. Padahal, bibir pantai merupakan wilayah bebas untuk diakses warga dan tidak boleh dibatasi. "Bahkan, di hampir semua daerah pantai yang ditambang, air laut berwarna kecokelatan. Banyak biota laut menghilang. Nelayan tentu dirugikan," ujarnya.
Moratorium
Sekjen Duta Sawala Barisan Olot Adat Setataran Sunda Eka Santoso menjelaskan model eksplorasi beberapa perusahaan di wilayah pesisir berbeda setiap titik. Di Cianjur, eksplorasi dilakukan perusahaan dengan berupaya untuk melibatkan koperasi, di Ciamis melalui izin, dan di wilayah Sukabumi melalui izin oleh gubernur. "Proses eksplorasi yang berbeda tersebut masih menyisakan konflik," ujarnya.
Koordinator Forum Penyelamat Lingkungan Hidup Jabar, Tio, mengatakan eksplorasi dan eksploitasi oleh perusahaan tambang seharusnya sudah dihentikan sejak Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengeluarkan moratorium pemberhentian penambangan dalam bentuk surat edaran Gubernur Jawa Barat tertanggal 7 Juni 2011. Surat edaran berlaku untuk Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Cianjur, dan Sukabumi.
Bupati Tasikmalaya Uu Ruzhanul Ullum bahkan mengeluarkan Surat Keputusan tentang Moratorium Penambangan Pasir Besi tertanggal 27 Juni 2011 untuk jangka waktu satu tahun. "Tapi yang terjadi, malah perusahaan tambang pasir besi semakin giat mengeksploitasi," ujarnya. Tio menambahkan, berdasarkan data yang dimiliki Penyelamat Lingkungan Hidup Jabar, terdapat 23 perusahaan tambang pasir besi yang beroperasi di pesisir Tasikmalaya Selatan.
Ketika ditemui secara terpisah, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan sikap pemerintah provinsi ialah tetap memungkinkan adanya penambangan pasir besi jika penambangan dilakukan dengan baik. Namun, ke depan, izin bagi perusahaan tambang akan diperketat. "Akan ada kontrol yang lebih ketat. Kita juga janji hanya beri rekomendasi pada perusahaan yang akan mengirim hasil tambang lewat laut dan akan bangun dermaga sendiri," ujarnya.
Heryawan menambahkan, saat ini, kegiatan penambangan yang merusak ekosistem makin berkurang. "Sekarang sudah sangat berkurang. Kalau satu-dua pelanggaran, itu ada. Najmun, ada perkembangan positif karena beberapa perusahaan tahu kaidah," ujarnya.
Dirinya juga menjelaskan penambangan pasir besi di bibir pantai merupakan sebuah pelanggaran. Perusahaan yang sudah melanggar tersebut akan ditindak tegas.
Bupati Tasikmalaya Uu Ruzhanul Ulum saat ditemui di kantornya mengatakan pendapatan asli daerah (PAD) dari hasil tambang sangat kecil. Terhitung, menurutnya, dalam setahun tambang pasir besi hanya menghasilkan Rp320 juta. PAD lain berasal dari kerajinan tangan, pariwisata, pertanian dan hasil laut. "Pasir besi ada, tetapi PAD-nya kecil," ujarnya.
Dirinya menyayangkan PAD yang kecil dari pertambangan pasir besi sebab pengerukan dan penghancuran ekosistem lebih buruk daripada penghasilan tambang. "Itulah, padahal setelah saya survei, yang dikeluarkan dari pasir besi dan diekspor sampai triliun, tapi infrastruktur rusak. Lingkungan menjadi panas. Pengusaha kaya," terangnya.
Meski dirinya mengetahui PAD dari tambang sangat kecil, Ulum tetap meminta investor besar masuk ke Tasikmalaya untuk mengeruk kekayaan tambang pasir besi. "Harus ada investor yang bonafide agar alam tidak rusak," ujarnya.
Ulum mengaku menyesal karena di wilayah Cipatujah, pasir dikeruk hingga ke pekarangan rumah warga. Dirinya berdalih pengerukan membabi buta seperti itu dilakukan perusahaan yang tidak bertanggung jawab. "Makanya perlu ada investor yang bonafide yang tahu soal aturan dan bisa melakukan reklamasi. Pengalaman, pasir besi ditambang investor abal-abal sehingga reklamasi tidak berjalan," ujarnya.
Ulum juga mengaku, sejak dirinya dilantik, tidak ada perusahaan tambang yang diberi izin baru atau memperpanjang izin. Perusahaan tambang yang sedang beroperasi di pesisir selatan Tasikmalaya saat ini sudah punya izin dan diberikan bupati sebelumnya. "Bisa saja kita hentikan, tapi kalau perseroan terbatas ada izin lengkap, nanti kami yang kena," ujarnya.
Ulum memang sudah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Moratorium Penambangan Pasir Besi tertanggal 27 Juni 2011 untuk jangka waktu satu tahun. Namun aneh, meski sudah ada instruksi moratorium, Ulum tetap mengizinkan tujuh perusahaan tambang yang menurutnya memenuhi standar beroperasi. "Belum ada yang izinnya dicabut. Selama moratorium, sudah ada tujuh perusahaan yang memenuhi standar dan saya buka kembali," ujarnya.
Meski Ulum mengaku PAD dari tambang sangat kecil, dirinya tetap meminta pemerintah pusat, terutama menteri pertambangan, mengembalikan izin pertambangan ke pemerintah daerah. Dirinya juga tetap mengajak para investor yang memenuhi standar untuk menambang. Selain itu, dirinya menuntut pemerintah pusat segera memberikan izin wilayah pertambangan (WP) bagi Tasikmalaya. "Supaya pendapatan dari tambang langsung dirasakan daerah. Selama ini PAD dari tambang besi kecil karena dinikmati pusat dan daerah," tandasnya. (*/N-1)
Beberapa wilayah pesisir selatan Jawa Barat (Jabar) kini sudah berubah total. Sejumlah perusahaan tambang tanpa sungkan
mengeksploitasi pasir besi di bibir pantai dan bahkan pekarangan rumah warga. Ulah itu jelas mengubah seluruh ekosistem pantai dan merusak keindahan alam.
Hasil penelusuran Media Indonesia bersama organisasi masyarakat (ormas) Nasional Demokrat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) pemerhati lingkungan seperti Forum Penyelamat Lingkungan Hidup Jabar dan Barisan Olot Adat Setataran Sunda, awal Agustus lalu, memperlihatkan adanya kerusakan itu. Mulai pesisir selatan Kabupaten Sukabumi, Garut, Cianjur, hingga Tasikmalaya ditemukan puluhan tambang pasir besi yang melakukan penambangan di pesisir pantai tanpa tindakan reklamasi.
Lokasi yang ditinjau ialah Desa Buni Asih dan Desa Tegalbuleud, Kecamatan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi, serta wilayah pesisir Cianjur dan Kabupaten Tasikmalaya di Kecamatan Cipatujah, Karangnunggal, dan Cikalong.
Selama perjalanan safari, berdasarkan pantauan, seluruh ekosistem pantai dan laut di daerah pengerukan pasir rusak total. Di beberapa wilayah seperti Desa Bunih Asih, Kabupaten Sukabumi, bibir pantai tidak bisa diakses warga karena perusahaan penambang, yaitu PT Sumber Suryadaya Prima (SSP), membangun tembok sepanjang belasan kilometer. Hal yang sama juga terjadi di beberapa lokasi tambang lainnya, akses warga terhadap pantai ditutup.
Di daerah Cipatujah, malah perusahaan tambang mengeruk pasir di pekarangan rumah warga.
Ketua Badan Rescue Nasional Demokrat Janet Sujuandi menjelaskan Nasional Demokrat saat ini harus mewujudkan agenda restorasi dengan melakukan safari ke wilayah-wilayah yang sudah dieksploitasi perusahaan tambang pasir besi. "Dari sisi Nasional Demokrat, ini sesuatu yang konkret untuk direstorasi," ujar Janet.
Janet mengatakan tingkat eksploitasi perusahaan tambang di beberapa daerah seperti Tegalbuleud, Kecamatan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi, wilayah pesisir Cianjur, dan di beberapa wilayah di Tasikmalaya seperti Kecamatan Cipatujah, Karangnunggal, dan Cikalong hingga wilayah Cilacap sudah sangat parah. Dirinya khawatir eksploitasi yang tidak dibatasi dan tidak dihentikan akan berdampak pada terpuruknya kehidupan generasi warga selanjutnya.
Menurutnya, lokasi penambangan tersebut menyisakan persoalan, seperti butiran debu yang beterbangan menimbulkan penyakit bagi warga. Wilayah pantai yang sudah dikeruk sulit untuk direklamasi karena sudah berlubang-lubang. Wilayah pantai yang pasirnya dikeruk habis bahkan akan menyusutkan wilayah Republik Indonesia. Pasir yang dikeruk mempersempit luas pantai.
Janet juga menyesalkan bibir pantai beberapa wilayah pesisir sudah dikuasai perusahaan tambang sehingga akses warga untuk menikmati wilayah pantai dipersulit. Padahal, bibir pantai merupakan wilayah bebas untuk diakses warga dan tidak boleh dibatasi. "Bahkan, di hampir semua daerah pantai yang ditambang, air laut berwarna kecokelatan. Banyak biota laut menghilang. Nelayan tentu dirugikan," ujarnya.
Moratorium
Sekjen Duta Sawala Barisan Olot Adat Setataran Sunda Eka Santoso menjelaskan model eksplorasi beberapa perusahaan di wilayah pesisir berbeda setiap titik. Di Cianjur, eksplorasi dilakukan perusahaan dengan berupaya untuk melibatkan koperasi, di Ciamis melalui izin, dan di wilayah Sukabumi melalui izin oleh gubernur. "Proses eksplorasi yang berbeda tersebut masih menyisakan konflik," ujarnya.
Koordinator Forum Penyelamat Lingkungan Hidup Jabar, Tio, mengatakan eksplorasi dan eksploitasi oleh perusahaan tambang seharusnya sudah dihentikan sejak Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengeluarkan moratorium pemberhentian penambangan dalam bentuk surat edaran Gubernur Jawa Barat tertanggal 7 Juni 2011. Surat edaran berlaku untuk Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Cianjur, dan Sukabumi.
Bupati Tasikmalaya Uu Ruzhanul Ullum bahkan mengeluarkan Surat Keputusan tentang Moratorium Penambangan Pasir Besi tertanggal 27 Juni 2011 untuk jangka waktu satu tahun. "Tapi yang terjadi, malah perusahaan tambang pasir besi semakin giat mengeksploitasi," ujarnya. Tio menambahkan, berdasarkan data yang dimiliki Penyelamat Lingkungan Hidup Jabar, terdapat 23 perusahaan tambang pasir besi yang beroperasi di pesisir Tasikmalaya Selatan.
Ketika ditemui secara terpisah, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan sikap pemerintah provinsi ialah tetap memungkinkan adanya penambangan pasir besi jika penambangan dilakukan dengan baik. Namun, ke depan, izin bagi perusahaan tambang akan diperketat. "Akan ada kontrol yang lebih ketat. Kita juga janji hanya beri rekomendasi pada perusahaan yang akan mengirim hasil tambang lewat laut dan akan bangun dermaga sendiri," ujarnya.
Heryawan menambahkan, saat ini, kegiatan penambangan yang merusak ekosistem makin berkurang. "Sekarang sudah sangat berkurang. Kalau satu-dua pelanggaran, itu ada. Najmun, ada perkembangan positif karena beberapa perusahaan tahu kaidah," ujarnya.
Dirinya juga menjelaskan penambangan pasir besi di bibir pantai merupakan sebuah pelanggaran. Perusahaan yang sudah melanggar tersebut akan ditindak tegas.
Bupati Tasikmalaya Uu Ruzhanul Ulum saat ditemui di kantornya mengatakan pendapatan asli daerah (PAD) dari hasil tambang sangat kecil. Terhitung, menurutnya, dalam setahun tambang pasir besi hanya menghasilkan Rp320 juta. PAD lain berasal dari kerajinan tangan, pariwisata, pertanian dan hasil laut. "Pasir besi ada, tetapi PAD-nya kecil," ujarnya.
Dirinya menyayangkan PAD yang kecil dari pertambangan pasir besi sebab pengerukan dan penghancuran ekosistem lebih buruk daripada penghasilan tambang. "Itulah, padahal setelah saya survei, yang dikeluarkan dari pasir besi dan diekspor sampai triliun, tapi infrastruktur rusak. Lingkungan menjadi panas. Pengusaha kaya," terangnya.
Meski dirinya mengetahui PAD dari tambang sangat kecil, Ulum tetap meminta investor besar masuk ke Tasikmalaya untuk mengeruk kekayaan tambang pasir besi. "Harus ada investor yang bonafide agar alam tidak rusak," ujarnya.
Ulum mengaku menyesal karena di wilayah Cipatujah, pasir dikeruk hingga ke pekarangan rumah warga. Dirinya berdalih pengerukan membabi buta seperti itu dilakukan perusahaan yang tidak bertanggung jawab. "Makanya perlu ada investor yang bonafide yang tahu soal aturan dan bisa melakukan reklamasi. Pengalaman, pasir besi ditambang investor abal-abal sehingga reklamasi tidak berjalan," ujarnya.
Ulum juga mengaku, sejak dirinya dilantik, tidak ada perusahaan tambang yang diberi izin baru atau memperpanjang izin. Perusahaan tambang yang sedang beroperasi di pesisir selatan Tasikmalaya saat ini sudah punya izin dan diberikan bupati sebelumnya. "Bisa saja kita hentikan, tapi kalau perseroan terbatas ada izin lengkap, nanti kami yang kena," ujarnya.
Ulum memang sudah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Moratorium Penambangan Pasir Besi tertanggal 27 Juni 2011 untuk jangka waktu satu tahun. Namun aneh, meski sudah ada instruksi moratorium, Ulum tetap mengizinkan tujuh perusahaan tambang yang menurutnya memenuhi standar beroperasi. "Belum ada yang izinnya dicabut. Selama moratorium, sudah ada tujuh perusahaan yang memenuhi standar dan saya buka kembali," ujarnya.
Meski Ulum mengaku PAD dari tambang sangat kecil, dirinya tetap meminta pemerintah pusat, terutama menteri pertambangan, mengembalikan izin pertambangan ke pemerintah daerah. Dirinya juga tetap mengajak para investor yang memenuhi standar untuk menambang. Selain itu, dirinya menuntut pemerintah pusat segera memberikan izin wilayah pertambangan (WP) bagi Tasikmalaya. "Supaya pendapatan dari tambang langsung dirasakan daerah. Selama ini PAD dari tambang besi kecil karena dinikmati pusat dan daerah," tandasnya. (*/N-1)
Sumber: http://www.mediaindonesia.com/read/2012/08/08/342437/289/101/Kerakusan-Mencabik-Pesisir-Selatan-Jabar
0 komentar:
Posting Komentar