Bandung(SI) – Bank Jabar-Banten (BJB) berencana mengambil alih saham kepemilikan 153 PD Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Jawa Barat dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar.
Saat ini, Bank Jabar-Banten memiliki saham sebesar 15%. Sisanya, 35% Pemprov Jabar dan 50% dimiliki pemerintah kabupaten/kota. Hal itu terungkap dalam rapat kerja Panitia Khusus (Pansus) Kinerja BUMD DPRD Jabar dengan Direksi dan Badan Pengawas beberapa BPR,Biro Administrasi dan Perekonomian Setda Pemprov Jabar, dan Bank Jabar-Banten. Bank Jabar-Banten menargetkan dapat memiliki saham sebesar 50%.
”Mereka mengajukan untuk dapat mengambil alih seluruh saham yang dimiliki Pemprov Jabar untuk pembinaan teknis yang menyeluruh,” kata Kepala Bagian Koperasi dan BUMD Biro Administrasi dan Perekonomian Setda Pemprov Jabar Sri Mulyono seusai rapat kerja.
Surat resmi ajuan tersebut diterima Pemprov Jabar pekan lalu.Sri mengungkapkan, realisasi pengambilalihan saham tersebut ditargetkan akhir tahun ini. Dia menjelaskan, jika rencana ini terealisasi, tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap kas Pemprov Jabar. ”Bank Jabar-Banten itu kan punya pemprov.Karena itu, ujung-ujungnya, ya Pemprov Jabar lagi, masuk ke pemprov,”jelasnya. Sri menambahkan, pihaknya sedang mengkaji ajuan Bank Jabar- Banten ini, dan akan melaporkannya pada Gubernur Jabar Ahmad Heryawan.Namun,keputusan final akan diambil dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).
”Kami akan undang seluruh pemkab dan pemkot yang memiliki saham di BPR pada RUPS untuk membahas hal ini.Berdasarkan kesepakatan RUPS, perda sebelumnya tentang BPR akan diubah,” ucap Sri. Dia memaparkan, ada perhitungan awal terkait penyerahan saham ini. ”Tentunya ada hitung-hitungannya, tidak diserahkan begitu saja.Perhitungan aset,penyetoran, nanti akan ada hak provinsi,dan hak provinsi itulah yang nantinya akan diperhitungkan lagi sebagai penyetoran modal ke Bank Jabar- Banten,”paparnya. Sri mengungkapkan,modal dasar per unit BPR menurut Perda No14/2006 tentang Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat sebesar Rp2 miliar. Provinsi menyertakan Rp700 juta,Bank Jabar- Banten Rp300 juta, dan pemerintah kabupaten/kota sebesar Rp1 miliar.
”Tapi dalam penyerahan kepemilikan sahamnya nanti bukan hanya Rp700 juta yang dihitung, tapi juga tambah nilai aset yang sekarang tercantum di masing-masing BPR,”jelas Sri. Sementara itu, anggota Pansus dari Fraksi PDIP Asyanti Rozanu Thalib mempertanyakan prosedur pengawasan Bank Indonesia (BI) yang justru melakukan pembiaran terhadap sejumlah BPR, yang menurut data berkinerja buruk. Dia memaparkan, selama tiga tahun sejak 2006, BI tidak melakukan tindakan apapun. ”Untuk itu, ke depan, kami usulkan agar BI juga diundang dalam rapat kerja Pansus. Sebab, BI sebetulnya memiliki kewenangan untuk menekan dampak buruknya kinerja BPR,”ucapnya.
Pansus Kinerja BUMD mencatat hanya empat BPR yang bermodal kuat atau memiliki aset di atas Rp20 miliar. Empat BPR tersebut yakni BPR Cisalak Kabupaten Subang memiliki aset Rp20 miliar, BPR Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya Rp30,4 miliar, BPR Serang Kabupaten Serang Rp51 miliar, dan BPR Caranang Kabupaten Serang Rp20 miliar. (krisiandi sacawisastra)
Sumber : Harian Seputar Indonesia, Kamis 18 Februari 2010
Surat resmi ajuan tersebut diterima Pemprov Jabar pekan lalu.Sri mengungkapkan, realisasi pengambilalihan saham tersebut ditargetkan akhir tahun ini. Dia menjelaskan, jika rencana ini terealisasi, tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap kas Pemprov Jabar. ”Bank Jabar-Banten itu kan punya pemprov.Karena itu, ujung-ujungnya, ya Pemprov Jabar lagi, masuk ke pemprov,”jelasnya. Sri menambahkan, pihaknya sedang mengkaji ajuan Bank Jabar- Banten ini, dan akan melaporkannya pada Gubernur Jabar Ahmad Heryawan.Namun,keputusan final akan diambil dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).
”Kami akan undang seluruh pemkab dan pemkot yang memiliki saham di BPR pada RUPS untuk membahas hal ini.Berdasarkan kesepakatan RUPS, perda sebelumnya tentang BPR akan diubah,” ucap Sri. Dia memaparkan, ada perhitungan awal terkait penyerahan saham ini. ”Tentunya ada hitung-hitungannya, tidak diserahkan begitu saja.Perhitungan aset,penyetoran, nanti akan ada hak provinsi,dan hak provinsi itulah yang nantinya akan diperhitungkan lagi sebagai penyetoran modal ke Bank Jabar- Banten,”paparnya. Sri mengungkapkan,modal dasar per unit BPR menurut Perda No14/2006 tentang Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat sebesar Rp2 miliar. Provinsi menyertakan Rp700 juta,Bank Jabar- Banten Rp300 juta, dan pemerintah kabupaten/kota sebesar Rp1 miliar.
”Tapi dalam penyerahan kepemilikan sahamnya nanti bukan hanya Rp700 juta yang dihitung, tapi juga tambah nilai aset yang sekarang tercantum di masing-masing BPR,”jelas Sri. Sementara itu, anggota Pansus dari Fraksi PDIP Asyanti Rozanu Thalib mempertanyakan prosedur pengawasan Bank Indonesia (BI) yang justru melakukan pembiaran terhadap sejumlah BPR, yang menurut data berkinerja buruk. Dia memaparkan, selama tiga tahun sejak 2006, BI tidak melakukan tindakan apapun. ”Untuk itu, ke depan, kami usulkan agar BI juga diundang dalam rapat kerja Pansus. Sebab, BI sebetulnya memiliki kewenangan untuk menekan dampak buruknya kinerja BPR,”ucapnya.
Pansus Kinerja BUMD mencatat hanya empat BPR yang bermodal kuat atau memiliki aset di atas Rp20 miliar. Empat BPR tersebut yakni BPR Cisalak Kabupaten Subang memiliki aset Rp20 miliar, BPR Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya Rp30,4 miliar, BPR Serang Kabupaten Serang Rp51 miliar, dan BPR Caranang Kabupaten Serang Rp20 miliar. (krisiandi sacawisastra)
Sumber : Harian Seputar Indonesia, Kamis 18 Februari 2010
0 komentar:
Posting Komentar